.:: www.tabloid-probis.tripod.com - solusi tepat membangun jiwa wirausaha ::.
Keterangan lebih lanjut, silakan hubungi:
e-mail: chabib78@gmail.com, tabloidprobis@gmail.com atau contact person: 081-330654989 [m. chabib sulton]

:: SOLUSI TEPAT MEMBANGUN JIWA WIRAUSAHA ::

.:: www.tabloid-probis.tripod.com - solusi tepat membangun jiwa wirausaha ::.
PROBIS - PRODUK CEPAT LAKU - UANG PUN DI SAKU
<<ANDA PENGUNJUNG KE>>
<<info probis>>

REDAKSI

 

Pemimpin Umum :
Moch Chabib Sulton
Pemimpin Redaksi :
Chaton Mochammad
Redaktur Pelaksana :
Dewi Hariyati
Sekretaris Redaksi :
Wiwik AFC
Litbang :
Em. Chabib Es, Dewi Hariyati, Wiwik AFC
Konsultan Hukum :
Kasful Hidayat, SH.
Pemimpin Perusahaan :
M. Chabib S
Tata Usaha :
Dewi Hariyati
Iklan :
Dewi Hariyati

Lay Outer & Webmaster :
chabib78@gmail.com

Alamat Redaksi,Tata Usaha, Iklan Dan Pemasaran:
Jl Merdeka Gg Satria 15-A HP: 081 330 654 989 Jombang

E-mail: tabloidprobis@gmail.com

Bank:
Bank BNI Cab. Jombang Rek No. 0103038596

Diterbitkan Oleh :
PROBIS MEDIA CENTER

MINAT PASANG IKLAN di www.tabloid-probis.tripod.com ? click aja di bawah ini!
=TOKO PROBIS=

PROBIS - produk cepat laku - uang pun di saku
Hidup Sehat Jasmani dan Rohani

Penulis Abdullah Bin Abdul Aziz Al I'Dan, Penerbit Al Sina Press Bekasi. Harga Rp. 30.000

PROBIS - produk cepat laku - uang pun di saku
Menanti Buah Hati dan Hadiah Untuk Yang Dinanti

Penulis Abdul Hakim Bin Amir Abdat, Penerbit Darul Qolam Jakarta. Harga Rp 70.000

HTTP://WWW.INFO-USAHA.TRIPOD.COM

PROBIS - produk cepat laku - uang pun di saku
Dijual Microwave Oven Merk Neovance

Sistem digital, baru, belum pernah dipakai, barang bagus, siap pakai. Cocok bagi perusahaan roti. Barang terbatas. Harga Rp 3.250.000 (nego)

UNTUK MENDAPATKAN BARANG?
Bagi Anda yang ingin mendapatkan barang di atas, dapat menghubungi Tabloid Probis, Jl Merdeka Gg Satria 15-A Jombang, Jatim. Atau contact person: M. Chabib S: 081 330 654 989

<<< IKLAN ANDA >>>

Memori yang Membekas pada Sepeda Lawas
Kendaraan Ramah Lingkungan Yang Digemari

PROBIS - produk cepat laku - uang pun di saku

Dari dulu hingga kini sepeda termasuk salah satu alat transpor yang murah. Tanpa harus dijejali beragam teknologi kelas wahid, sepeda bisa membantu perjalanan manusia.
.............................


Pada jarak pendek, sepeda memang bisa jadi pilihan yang favorit. Selain murah, juga bisa menyehatkan raga si penggunanya. Bahkan bukan cuma itu, karena tak menyandang mesin, sepeda diakui sebagai alat angkut yang sangat ramah lingkungan. Bebas polusi dan nyaman untuk dikendarai. Itu sebabnya sepeda tetap mendapat tempat dalam kehidupan sehari-hari.

D. RAHAYUNINGSIH
Deretan sepeda lawas yang tengah diparkir di pelataran silang Monas, Jakarta. Dengan melestarikan sepeda tempo dulu, para pehobi ingin sejarah masa lalu dapat terus dikenang hingga generasi terakhir.

Sebelum teknologi berkembang pesat, sepeda menjadi andalan di Indonesia. Kendaraan ini berperan penting dalam membantu pekerjaan sehari-hari. Dulu bahkan para bangsawan sangat bangga jika pergi berkeliling mengecek kebun atau tanah dengan sepeda. Di saat libur, mereka pun melancong bersama sang kekasih, juga naik sepeda.

Layaknya mobil pada masa kini, dulu sepeda ikut menentukan "derajat" kehidupan seseorang. Buktinya, sepeda bermerek papan atas, seperti BSA, Humber, Rudge, Raleigh, dan lainnya disimbolkan sebagai kendaraan kaum priyayi dan tuan tanah. Merek itu pun identik dengan status kekuasaan dan dikenal dekat dengan bangsa penjajah.

Namun waktu yang bergulir dengan cepat seolah melindas masa "jaya" sepeda. Masuknya kendaraan bermesin, membuat sepeda ditinggalkan. Para priyayi tadi mulai mengalihkan pandangan pada alat angkut modern seperti motor atau mobil. Buntutnya, sepeda tak lagi menjadi "simbol" bagi kehidupan seseorang. Justru kendaraan jenis ini makin akrab dengan kehidupan yang sederhana.

Meski begitu, citra sepeda pada masa lalu itu masih tertanam dalam ingatan. Bagi yang ingat, sepeda lawas mendapat tempat tersendiri. Sepeda menjadi benda koleksi yang sangat bernilai. Alasan mereka rata-rata sama, ada banyak kenangan manis yang teramat sayang bila dibiarkan berlalu begitu saja. Layaknya barang antik, makin tua nilai historis yang disandang sepeda makin berisi.

Dari situ, tumbuh semangat untuk terus memelihara dan menyayangi. Sepeda-sepeda lawas itu diurusi dan dirawat dengan kecermatan yang tinggi. Tingkat orisinalitas tiap bagiannya dijaga baik-baik. Alhasil, sepeda menjadi sebuah penyaluran yang positif. Seperti pehobi lainnya, si kolektor ini pun harus mati-matian mempertahankan keaslian bagian-bagian yang ada. Kalau dirasa kurang, ancang-ancang perburuan telah didengungkan. Tentu sebuah kenikmatan yang tak terkira manakala perburuan tadi berujung pada kisah sukses.

PERGAULAN POSITIF
"Wah, saya hobi main sepeda kuno mulainya sudah lama tuh. Ya, kira-kira sepuluh tahunlah. (Dari hobi ini) saya puas banget bisa tambah teman. Kan dari ngumpul-ngumpul, dan tuker-tukeran info spare part, kita bisa ngejalin persaudaraan dengan orang lain. Pokoknya, asyik deh," ungkap Iyang HS (48), salah seorang pehobi sepeda lawas dari Perkumpulan Sepeda Tempo Doeloe Batavia, Silang Monas. Bagi Iyang, bukan cuma pergaulan yang tambah luas, tapi hobi bersepeda lawas juga membantunya untuk menyalurkan hasrat diri pada kegiatan yang positif. "Lha, daripada duit habis buat narkoba mending kita main sepeda kan. Badan jadi sehat teman juga kan tambah banyak," katanya dengan logat Betawi yang kental.

Wajar saja, setiap Minggu pagi Iyang bersama perkumpulan sepeda lawas ini putar-putar ke beberapa wilayah kota. Konvoi sehat itu sudah pasti akan memancing ketertarikan siapa saja. "Tapi sebelumnya kita-kita ini kumpul dulu di Silang Monas."

Awal kisah jatuh cinta Iyang pada sepeda lawas dimulai dari perjalanan sepeda yang ia miliki. Ada nilai historis yang lekat dengan sepeda lawas itu. "Sepeda ini asalnya dari orang tua saya. Ya bisa dibilang termasuk salah satu benda warisan babe, dah. Dulu, babe saya dapetnya dari hadiah," tutur Iyang membuka sejarah.

Alhasil, sepeda hasil pemberian itu jadi kendaraan yang mengasyikkan. Selain dipakai keliling kota, sepeda tak pernah putus diurusi. Tak pernah ada bagian yang rusak dibiarkan begitu saja. Dari ketekunan sang bapak, Iyang pun tergelitik untuk meneruskannya. Jadilah, sepeda lawas bermerek Asele keluaran Jerman itu berpindah tangan. Karena saking sayangnya, Iyang bersumpah tak bakal melego sepeda yang diperkirakan diproduksi pada tahun 1940-an itu.

Kisah turun-temurun sepeda kuno juga dialami Mohammad Inan (72). Ceritanya malah lebih seru lagi. Sepeda milik Inan sukses melewati empat generasi dalam sebuah keluarga. Dan sampai detik ini, sepeda bermerek Burgres asal Belanda itu tetap terlihat cantik dan mulus. Tak beda dengan wanita seksi, sentuhan perawatan yang apik juga mampir pada sepeda ini. Jadi jangan heran, bila sepeda Inan tetap nikmat untuk dikendarai. "Ini sepeda emang udah turun-temurun di keluarga saya. Dulu waktu zamannya kakek buyut saya, dia dipakai buat angkut beras. Dari situ, turun terus sampai ke tangan saya," cerita Inan sambil memamerkan sepeda lawas kesayangan itu.

Sama seperti Iyang, Inan juga mengaku tak terlintas dalam pikirannya untuk menukar sepeda lawasnya dengan setumpuk uang. "Nilai sejarahnya nggak bisa diukur pakai uang," ujar bapak yang masih sanggup jalan-jalan dengan sepeda sampai ke Bogor ini diplomatis. Di rumah, kata Inan, masih ada tiga merek lagi yang nongkrong di garasi. "Saya punya empat sepeda lama. Selain Burgres, ada juga Raleigh, Turangga dan Simking."

NILAI SEJARAH

Bila Iyang dan Inan didominasi kisah turun-temurun, berbeda dengan Ivane Donvito (35). Ia mengaku kepincut dunia sepeda lawas gara-gara ingin menyaingi keberadaan motor dan mobil antik. Nilai historis yang ada pada sepeda lawas tak kalah hebat dengan kendaraan bermesin. "Sepeda kuno model gini, kaya dengan sejarah. Dulu masih ingat kan gimana Pak Karno (Sukarno, presiden pertama) jalan-jalan pakai sepeda ontel. Pada masa penjajahan, kakek dan bapak kita juga pakai sepeda model gini. Nah, sekarang ini jangan cuma mobil atau motor antik saja yang dilestarikan tapi sepeda kuno kan juga asyik," papar Ivane panjang lebar.

Rudy Chardova (31), pehobi sepeda lawas lainnya, manggut-manggut dengan pendapat Ivane. "Sebagai generasi muda, masak sih kita nggak mau peduli dengan sejarah barang antik macam begini. Selain bisa jadi hobi yang mengasyikkan, main sepeda kuno ini kayak main batu akik. Kita bisa beli yang murah, lalu setelah didandanin harganya bisa melambung tinggi. Tapi kalau kitanya nggak ikut hobi ini alias nggak ngerti, jangan harap koleksi kita bisa bagus," katanya.

Gunawan (34), seorang pemuda asal Sulawesi Selatan kecebur dunia sepeda lawas gara-gara mendapat sepeda lawas yang mirip dengan sepeda milik ayahnya. Sebagai seorang polisi di zaman perjuangan, ayah Gunawan mendapat jatah kendaraan dinas berupa sebuah sepeda merek BSA, buatan Inggris. Sepeda itu keluaran tahun 1951. Sebagai tanda keasliannya, Gunawan lantas menunjukkan tanda pangkat sersan yang tertera di pangkal garpu sepedanya. "Saya merawat sepeda ini sekaligus hitung-hitung menghargai nilai sejarah orang tua dulu. Kini, dengan penambahan aksesori di sana-sini sepeda lawas milik Gunawan ini nilainya sekitar dua juta rupiah.

PENAMPILAN SEKSI

Walau sepeda yang dimiliki Iyang, Inan, Ivane, Rudy dan Gunawan sudah cukup berumur, bukan berarti kendaraan bebas polusi itu berwajah kusam. Justru sebaliknya, sepeda-sepeda lawas itu terlihat seksi dengan beberapa aksesori. Coba saja tengok bagian depan sepeda milik Iyang. Di tengah batang kemudi, nongkrong lampu antik bermerek Bosch, Jerman. Kata Iyang, lampu yang disuplai dari energi gerak hasil kerja dynamo yang terpasang di roda depan itu didapat dari perburuan di daerah Jombang, Jawa Timur. Harganya sekitar Rp 250.000.

Saat mata merambat ke sisi atas kemudi, ada dua penghasil suara tradisional. "Kalau yang ini disebut genta delman atau dikenal bel delman. Mereknya, Valentino Bell buatan Amerika," ujar Iyang sambil mengelus genta kesayangan itu. Soal harga, Iyang menyebut angka tiga ratus ribu perak. Dan itu adalah hasil berburu ke daerah Kutoarjo. "Nah, yang ini disebutnya bel ting-tong. Dulu saya beli sekitar seratus lima puluh ribu," lanjut Iyang. Meski warna cat sepedanya terlihat memudar, Iyang sama sekali tak berniat menggantinya. "Kalau catnya diganti, (tingkat) orisinil sepeda ini bisa jatuh. Ibaratnya barang kuno, kalau sudah kena sentuhan modifikasi nilai antiknya jadi berkurang jauh. Justru makin pudar malah makin kelihatan seksi," katanya.

Itu sebabnya, setiap hari Iyang selalu menyempatkan diri untuk menggosok tiap bagian sepeda. Agar makin cantik, kelontongan sapi nyantol di bagian bawah jok kulit.

"Sekarang memang nggak gampang dapetin spare part-nya. Di Jakarta sudah nggak ada stoknya lagi. Biasanya kita harus berburu sampai ke Jawa (daerah Jawa Tengah, Jawa Timur dan sekitarnya). Di sana, masih banyak," ucap Iyang dan Inan yang dibenarkan Ivane serta Rudy. Untuk mengatasinya tentu dibutuhkan kiat tersendiri. Kalau butuh aksesori, Sukiman (48) selalu mengontak rekan-rekan sehobi di perkumpulan. Dari situ, informasi tentang benda yang dicari hampir selalu bisa ditemukan. Atau dengan menjalankannya setiap pagi. "Biar nggak cepat rusak, sepeda Philips ini saya pakai setiap hari. Di situ, saya bisa ngecek mana bagian yang dirasakan kurang atau nggak beres," kata bapak dua anak yang pernah bekerja di bagian percetakan koran Sinar Harapan tempo dulu itu.

Dengan menjaga keantikan sepeda lawas, para pehobi itu merasakan manfaat lain yang tak kalah penting. Tali persaudaran tanpa mengenal sekat perbedaan makin terjalin erat. Sebuah komunitas unik terbentuk dengan semangat kebersamaan tinggi. "Ya, kalau ada anggota yang sakit, kita tengok rame-rame. Dan kalau ada undangan sepeda santai, kita ikutan bareng-bareng," ujar Iyang mantap.

Hal itu pun sangat dirasakan Agus Pranoto (28). Anak muda lulusan Arsitektur Universitas Trisakti ini mengaku sangat terkesan dengan kuatnya jalinan persahabatan di antara pehobi. "Mereka ini datang dari beragam profesi. Tapi kalau udah ngumpul, mereka lupa dengan yang namanya pekerjaan, status dan setumpuk perbedaan lain. Apalagi kalau jalan konvoi, mereka malah asyik bercanda terus." Dan dari jalan beramai-ramai tadi, entah berapa pasang mata, terutama kaum hawa, yang tertarik akan keelokan sepeda lawas itu. Jadilah mereka mendulang keuntungan lain, berkenalan dengan wanita. Asyik kan? -bayu dwi mardana/tabloid probis/info usaha

 

 

=TOKO PROBIS=
----------------------
Anda Ingin Jual Barang di Sini? SMS aja nama dan alamat Anda ke: 081330654989 (Chabib). Kami akan membantu Anda menjualkan barang/produk Anda.
----------------------

PROBIS - produk cepat laku - uang pun di saku
Birrul Walidaini (Berbakti Kepada Ke dua Orang Tua)

Penulis Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Penerbit Darul Qolam Jakarta. Harga Rp. 20.000

PROBIS - produk cepat laku - uang pun di saku
Panduan Dasar Jurnalistik, Dicari!! Wartawan Sopan Dalam Penampilan Santun Dalam Penyajian

Penulis H Nanang H Kaharuddin dkk, Penerbit Pustaka Radar Minggu. Harga Rp 20.000

PROBIS - produk cepat laku - uang pun di saku
Merindui-Mu, Sekapur Sirih KH. Fuad Habib Dimyathi

Penulis Heri Bahtiar, SS., MSi., Penerbit E'Hayy. Harga Rp 25.000

PROBIS - produk cepat laku - uang pun di saku
Capital Selekta Aliran-Aliran Sempalan Di Indonesia

Penulis M Amin Djamaluddin, Penerbit LPPI Jakarta. Harga Rp 30.000

PROBIS - produk cepat laku - uang pun di saku
Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah

HMC Shodiq, LPPI Jakarta. Harga Rp 50.000

DI MANA MENDAPATKAN BUKU ITU?
Bagi Anda yang ingin mendapatkan buku di atas, dapat menghubungi Tabloid Probis, Jl Merdeka Gg Satria 15-A Jombang, Jatim. Atau contact person: M. Chabib S: 081 330 654 989

© 2007 Tabloid Probis. Powered: tabloidprobis digital

tabloidprobis@gmail.com