Komunitas becak kini nasibnya kian merana di tengah hiruk-pikuknya alat transportasi berdaya mesin. Salah satunya yang terlihat di Kota Probolinggo, berikut laporan wartawan Radar Minggu News biro Bayuangga, M Hisbulah Huda.

Becak harus dilihat sebagai kemerdekaan baru dalam sistem transportasi kita. Membebaskan pemukiman dari polusi dan mengembalikan kenyamanan lingkungan.

Transportasi Kota Probolinggo kian didominasi kendaraan bermotor yang serba cepat, jarak jauh, mekanik, menciptakan karakter jalan raya yang keras, macet dan udara yang penuh karbon. Keberagaman yang sangat berarti dipertahankan sebagai syarat mendasar hidup bersama tanpa kita sadari kian menghilang di sekitar kita. Kota Probolinggo yang mesti kaya dengan berbagai pernik-pernik budaya, termasuk transportasi, mesti kita pertahankan.

Becak sebagai alat transportasi jarak pendek, non-polutif, unsur manusiawi yang jauh lebih kuat daripada mesin, histories untuk Kota Probolinggo, anti kecepatan dan jarak jauh mesti dipertahankan. Bagi kebanyakan konsumen, becak dianggap ramah, tidak berisik tidak berasap. Aman karena penarik becak ikut menjaga keamanan di sekitar wilayah pangkalannya. Becak aman untuk memesan dan mengantar barang tanpa si pemilik barang ikut serta. Termasuk langganan untuk anak-anak sekolah. Becak bisa diikutsertakan dalam kegiatan sosial warga di sekitar pangkalan becak.

Di tengah gencarnya menjadikan Kota Probolinggo sebagai kota investasi muncul kendaraan yang hampir tidak akan pernah lenyap di kota ini, yaitu Becak. Mereka bergerak damai di sepanjang jalan mulai dari pusat perkotaan seperti Jl Dr Soetomo dan Pasar Niaga hingga ke pusat perkotaan, ketika kendaraan bermotor lainnya memasuki jalan yang dipenuhi oleh para pejalan kaki dan pedagang kaki lima (PKL).

Kendaraan itu seperti tidak pernah mati, bergerak bersama dengan denyut kehidupan politik-ekonomi rakyat kecil. Udara malam berhembus, bau manusia dan rancangan kendaraan yang terbuat dari kayu dan besi ini membuat nafas kota terasa lebih longgar. Sebuah sirkulasi kota yang tidak tegang, apakah yang telah terjadi dengan kendaraan becak itu? Kenapa jalan membuat sejarahnya sendiri yang ikut menciptakan involusi untuk keberagaman serta keterbukaan untuk rakyat miskin bisa ikut ambil bagian mencari rezeki di atasnya? Jalan kini telah menjadi manifestasi dari kekerasan sekaligus penjara untuk kita bersama.

Sebuah ruang publik yang dijaga oleh banyak peraturan, rambu-rambu, polisi, tenda, hukuman, polusi, dan kemacetan. Jalan menjadi tidak nyaman lagi. Jalan menjadi sirkulasi kota yang menyesakkan. Potret kesemrawutan becak di jalan sebagai milik publik, milik bersama, tidak hanya untuk orang-orang dewasa yang berkejaran dengan waktu, tetapi juga untuk anak-anak bermain, berekspresi.

Mungkinkah menampilkan jalan yang lebih manusiawi lagi, dimana bisa ikut serta, memanifestasikan kehidupan kita bersama? Mencari alternatif-alternatif lalulintas lain, yang tidak bersikap seperti binatang buas dalam penjara kekerasan jalan raya.

Selama ini pemkot Probolinggpo hingga kini, telah mengapresiasikan melalui bantuan bagi abang becak melalui Program Bulan Bhakti Gotong Royong menemani penarik-penarik becak memperjuangkan hak mereka untuk mencari nafkah dengan becak. Berbagai pendekatan sudah lakukan. Namun yang terpenting kebijakan pemkot melalui program bantuan itu harus berkesinambungan (sustainable) sehingga akan dapat mendukung meraih adipura dan menjadikan Kota Probolinggo menjadi Kota Investasi. -radarminggunews/tabloid probis/info usaha
****