Keluhan dapat menjadi peluang bisnis? Tidak percaya? Lihatlah Naomi Susan. Dari keluhan para ibu rumah tangga saat mempercantik diri di salon, pemilik dan Direktur Utama PT Natural Semesta ini membangun businesses inside a business. Semisal saja setelah kinyis-kinyis dari salon, para ibu yang berkantong tebal ini biasanya, ingin sesuatu untuk makan dan minum. Mereka tak usah jauh-jauh pergi karena di dekat salon ada cafe. Setelah itu? Barangkali mereka pingin olah badan biar tetap fit jiwa dan raga, maka balik kiri di sana ada fitness center. Kemudahan, barangkali latar belakang utama mengapa Naomi menjalankan one stop service business ini. Alias semuanya ada.

Apa itu businesses inside a business? "Bisnis ini merupakan paduan lima bisnis jasa (salon, arena bermain, kafe, studio foto, dan pusat pelatihan) yang berada dalam satu atap bernama PT Natural Semesta. Tujuannya, saling melengkapi dan memberi kenyamanan kepada konsumen," kata Naomi. Contoh, agar selama nyalon, para ibu ini tidak diganggu oleh anak-anak mereka, sebuah arena bermain disediakan untuk mereka yang masih kecil dan studio foto untuk mereka yang sudah remaja. Sedangkan untuk mengusir kejenuhan para suami saat menunggu, disediakan ruang untuk rileks dan kafe.

Saling melengkapi dalam bisnis yang dibangun 18 April lalu ini, diartikan bisnis yang mampu meraup omset lebih besar harus membantu bisnis lain yang omsetnya lemah. "Caranya, setiap konsumen yang mendapat perawatan di salon akan selalu kami tawari makan atau minum, sehingga omset kafe ikut terangkat. Salon kami juga mempunyai konsep before and after, yaitu pengambilan gambar secara cuma-cuma sebelum dan sesudah menjalani perawatan kecantikan. Secara naluri, wanita akan selalu merasa cantik setelah menjalani perawatan dan hal ini mendorong mereka untuk berfoto lebih dari sekali. Imbasnya, omset studio foto pun naik. Saling menutupilah," ujar kelahiran Medan, 30 tahun lalu ini.

Di samping itu, one stop business ini juga menawarkan franchise kepada pengusaha kecil menengah (UKM). "Biasanya pinjaman yang diberikan bank kepada UKM sebesar Rp50 juta-Rp200 juta. Sedangkan dari perhitungan kasar kami, franchise fee kami berkisar Rp60 juta-Rp150 juta. Dalam hal ini kami menjalin kerja sama dengan sebuah bank," kata alumnus University of Portland, Amerika Serikat.

Namun, untuk sementara waktu, PT Natural Semesta memberi franchise fee gratis kepada 10 peminat pertama dan sekarang (awal Mei 2005) sudah ada 14 peminat. "Tapi yang kami tanggapi baru dua. Sebab, ini bukan bisnis kagetan. Pilot projectnya ada di Jalan Balikpapan, lalu menyusul dua yang lain. Setelah menemukan bentuk, lalu dibuka yang keempat, kelima, dan seterusnya hingga 10 cabang. Bila dalam perjalanannya muncul banyak kesalahan, saya akan stop sampai 10 cabang saja," ucap wanita cantik ini.

Nantinya, Naomi menambahkan, yang lebih banyak bekerja adalah cabangnya, sehingga omset yang harus diraih franchisee harus lebih besar daripada franchisornya. Dengan pertimbangan itu, calon franchisee akan ditantang apakah berani mengambil franchise perusahaan ini atau tidak. "Karena, faktanya PT Natural Semesta belum "punya nama" atau bargaining power," kata Direktur PT Ovis Internasional ini (Card Connection International). Selain itu, PT Natural Semesta juga memberi kebebasan kepada franchisee, apakah akan mengambil semua atau hanya salah satu bisnis saja. "Kecuali salonnya. Sebab, di dalam salon terdapat konsep before and after, maka salon tersebut juga harus dilengkapi studio foto mini," lanjutnya.

Di satu sisi, bila para franchisee berhasil, konsep ini akan mendatangkan calon franchisee. Di sisi lain, justru akan menyeret franchisor pada keruntuhannya, jika satu saja franchisee mengalami kegagalan. "Spekulasi itu penting dalam bisnis. Saya tidak akan mengatakan bahwa Natural Salon akan berkembang. Karena, saya baru menyemplungkan kaki saya di pinggir kolam, belum sampai ke tengahnya. Tapi, sepanjang wanita (dan juga pria) masih mementingkan penampilan, maka bisnis salon tidak akan pernah ada habisnya," ucap peraih International Best Executive Awards 2003-2004.

"Bila nantinya bisnis ini tidak dapat berkembang, yang terburuk dari yang paling buruk, tiga yang pertama ini harus tetap dipertahankan. Dan, kalau konsumennya pun tidak ada lagi, sebagai pebisnis yang biasa berspekulasi, saya tidak ragu-ragu lagi menutup bisnis ini dan membangun bisnis baru," tambahnya, tegas.

Untuk omsetnya, Naomi menargetkan setiap harinya meraup minimal Rp3 juta, dengan pembagian Rp1,5 juta dari salon, Rp1 juta dari studio foto, dan Rp500 ribu dari kafe. "Karena, konsepnya kan bukan untuk menjual sendiri-sendiri melainkan menggabungkan semua bisnis," katanya. Sedangkan untuk perhitungan BEP (break even point)nya, bisnis yang dibangun dengan modal sekitar Rp1 milyar ini menargetkan BEP operasional untuk satu tahun pertama, modal pada tahun kedua, dan menaguk keuntungan di tahun ketiga.

Untuk mewujudkan semua rencana itu, perusahaan ini berpromosi melalui media cetak dan elektronik, serta kuis sms (short message service). Selain itu, juga didukung antara lain Alino Sugianto (country manager Sony Ericsson) dan Yudy Wijaya (mobil iklan). "Untuk sistem keuangannya, kami dibantu seseorang yang bekerja di bank terkemuka di Indonesia," ujarnya. Orang pintar pernah berkata bahwa enterpreneur yang sukses adalah enterpreneur yang mampu menghasilkan enterpreneur-enterpreneur baru. -russanti lubis/tabloid probis/info usaha